Oleh : Ahmad Zakaria
Mendengar atau menyebut jargon “NATO”
yang terngiang awal mula dalam memori kita adalah sebuah bahasan tentang
organisasi militer yang di dirikan bersama dari beberapa Negara yang berkoalisi
di kawasan Samudera Antlantik atau seringkali diisukan dengan Pakta Pertahanan
Atlantik Utara (bahasa Inggris: North Atlantic Treaty Organization atau
disingkat NATO). NATO sendiri adalah sebuah organisasi internasional untuk
keamanan bersama yang didirikan pada tahun 1949, sebagai bentuk dukungan
terhadap Persetujuan Pengamanan Atlantik Utara yang ditanda tangani di
Washington, DC pada 4 April 1949.
Nama resminya yang lain adalah dalam bahasa Perancis:
l'Organisation du Traité de l'Atlantique Nord (OTAN)
( http://id.wikipedia.org/wiki/Pakta_Pertahanan_Atlantik_Utara ). Kalau
ditelaah lebih mendalam sedikit dari istilah NATO (red. kepanjangannya) memang
sejalan dengan judul diatas, karena memang yang kita ketahui dengan istilah
NATO adalah pasukan yang seringkali juga berkoalisi dengan Negara-Negara non
islam seperti Israel, Amerika Serikat, Jerman dll, dalam menyerang
negara-negara islam seperti agresi militer di Afganistan, Iran, Jalur Gaza dan
negara islam lainnya, sehingga terkesan judul akan mengupas persoalan antipati
kepada pasukan NATO. Namun, yang dimaksud dalam tulisan ini “NATO” yaitu sebuah
istilah plesetan yang digunakan untuk sebagian orang yang lebih banyak
beretorika dari pada beretika, lebih banyak berkonsep daripada praktek, lebih
banyak idealitas daripada realitas, “NATO” yang dimaksud dalam uraian ini
mempunyai kepanjangan dari kata “Not
Action Talk Only” yang berarti hanya berbicara tanpa aksi / perbuatan.
Senada dengan sebuah pesan dalam iklan sebuah rokok Class Mild yang juga searah
yaitu “Talk Less Do More” yang
artinya sedikit bicara, perbanyak tindakan
(http://lirikindonesia-lirikku.blogspot.com). Kemampuan retorika atau beradu
argumentasi bukanlah sebuah skill yang dimiliki oleh sembarang orang, untuk
memilikinya dibutuhkan waktu yang panjang atau memang karena kepemilikan bakat
yang terasah. Secara umum orang yang mempunyai kelebihan dalam retorika akan
terpilih sebagai leader / pemimpin. Pancaran kewibawaan seseorang pada umumnya
akan tampak ketika dia mampu berbicara dengan fasih dan lancar dalam sebuah
forum atau khalayak publik. Kandungan makna talk only disini bukan hanya
sekedar kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik untuk orang lain, tapi lebih
dari itu ketika orang yang memiliki potensi retoris ini juga mampu
meninabobokan orang lain dengan kepiawaian mengolah kata. Serentetan tokoh
dunia seperti ; Hitler, Bung Karno, Benazir Buto, Musolini dll. adalah daftar
orang-orang yang memiliki kemampuan dalam beretorika dengan baik. Tak heran
jikalau sebutan “singa podium” menempel dalam pundak mereka. Tapi beretorika
dengan baik tanpa dibarengi dengan praktek yang nyata, laksana memanggang
daging jauh dari api.
Telah disinggung oleh M.H.Haekal (dalam Agustian, 2001 :
162-163) tentang kisah sebuah kepemimpinan yang telah diakui seluruh dunia dan
kisahnya tak pernah lekang oleh rotasi zaman. Yaitu kisah tentang tindakan
seorang pemimpin dunia yang oleh Michael H.Hart dalam bukunya “100 Tokoh Paling
Berpengaruh Di Dunia” telah ditulis sebagai orang yang menduduki ranking
pertama dari seratus urutan tokoh dunia tersebut. Rasulullah dalam memberi
uswah / contoh bagi para sahabat dan umatnya dalam melakukan tindakan
kesehariannya kerapkali di jumpai lebih mendahului praktek daripada konsep
seperti yang terjadi ketika beliau dalam menghadapi sebuah persoalan / problem
peletakan Hajar Aswad, dimana orang-orang yang di beri hak untuk meletakkan
Hajar Aswad adalah orang terhormat dalam hal ini para kepala suku (kabilah)
tersohor di Mekah kala itu. Akan tetapi pada waktu itu semua pemimpin kabilah
terkemuka Mekkah mengakui dan menjustifikasi diri mereka adalah sama-sama orang
yang berhak menerima mandat tersebut. Kehadiran Rasulullah pada waktu itu,
menjadi figur yang mampu mendinginkan suasana. Sejenak setelah negosiasi dengan
para tokoh terkemuka dari masing-masing kabilah, akhirnya di sepakati untuk
setiap pimpinan kabilah memegang sudut kain pembawa Hajar Aswad. Tanpa banyak
bicara Rasulullah, kemudian mengangkat salah satu sudut kain itu dan mengajak
kepada semua perwakilan dari masing-masing kabilah untuk memegang setiap sudut
kain pembawa Hajar Aswad, bersama-sama Rasulullah diletakkan disamping Ka’bah.
Apa yang tersirat dalam sepotong kisah diatas adalah sebuah
sumbangsih gagasan dan praktek nyata ketika menghadapi sebuah persoalan pelik
dalam masyarakat yang majemuk, tetapi sebuah tindakan nyata dari realisasi
konsep yang kita ucapkan haruslah terlaksana dalam kehidupan bersama masyarakat
sehingga jangan sampai lahir jargon pepatah yang mengatakan “janganlah menjadi
orang kebanyakan, jika kamu tidak ingin menjadi orang kebanyakan ”agar tidak
sampai menyinggung kehidupan kita. Pemimpin yang arif selayaknyalah mampu untuk
mengetahui dan merasakan penderitaan rakyatnya tanpa harus terlebih dahulu
mengorbankan mereka yang papa (lemah), terkadang pula penderitaan mereka
tersentuh ketika situasi dan kondisi yang mereka alami terekspos ke publik,
meskipun pada sejatinya itu adalah aib bagi mereka, namun itu adalah jalan
satu-satunya untuk meyentuh hati seorang pemimpin. Beberapa catatan merah
peristiwa yang perlu kita refleksikan adalah : Peristiwa Mesuji dengan
pembantaianya, Peristiwa Antrian Zakat di kota Malang yang banyak menyisakan
korban, maraknya Peristiwa Penggusuran Tanah pedagang kaki lima dan
peristiwa-peristiwa lainnya yang seharusnya mendapat sorotan utama dan
renungan.
Dalam Al-Qur’an surat al-Isra’: 36 telah di wanti-wanti
tentang persoalan menjaga setiap tutur kata atau janji-janji yang kita
lontarkan yaitu: Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.
Dan beberapa bulan yang lalu kita mungkin mendengar sebuah
berita yang cukup heboh di Negara Chile karena tindakannya sebagai seorang
Nomor Satu di Negara Chile cukup kita acungi jempol, karena beliau tanpa
basa-basi (jajak pendapat) dalam menangani persoalan yang sedang terjadi pada
rakyatnya sehingga publik pun cukup simpatik terhadap presiden tersebut, dialah
presiden Chile. Tepatnya kejadian runtuhnya gua tembaga dan emas itu terjadi di
kawasan utara Gurun Atacama, Chile pada tanggal 5 Agustus 2010 yang menyebabkan
33 penambangnya terjebak selama 69 hari di dalam gua tersebut. Sebastian
Pinera, yang pada waktu itu menjabat sebagai presiden, berpartisipasi langsung
dalam misi penyelamatan tersebut sembari memberikan intruksi untuk menyiapkan
segala sesuatunya kepada para pihak berwajib, pula memberikan semangat kepada
para anggota keluarga penambang untuk tetap optimis. Setelah para penambang
satu persatu terselamatkan presiden Sebastian Pinera merangkulnya sembari
meneriakkan "Hidup Cili, Hidup Cili!" sebagai sebuah ungkapan simpati
dan kebahagiaan yang tak terhingga atas keselamatan rakyatnya. Fenomena yang
cukup menyentuh hati kita, ikatan sebuah kekeluargaan yang tinggi, prototype
pemimpin yang merakyat dan figur-praksis yang di contohkan oleh Sebastian
Pinera kiranya cukup representative dalam bahasan “Say No To NATO” ini untuk direnungkan (www.haluankepri.com).
Sedikit potret kehidupan seorang pemimpin yang mampu
mengontrol ambisi dalam menjanjikan sebuah konsep dan tindakan relevan tanpa
melahirkan sebuah beban moral dan mental bagi diri kita sendiri. Karena sebuah
janji yang terlontar dari kita sendiri akan menimbulkan sebuah beban hukum dan
moral. Prof.DR. Quraisy Shihab dalam karyanya Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an) Surat At-Tahrim: 6-7, sedikit menyinggung persoalan
dakwah yang harusnya di mulai dari rumah yang mencakup diri sendiri, keluarga
dan masyarakat sehingga apabila kalian lalai dalam ihwal pendidikan dan dakwah
yang sepatutnya dimulai dari masyarakat paling kecil (keluarga) maka nerakalah
yang menjadi akibatnya . Digambarkan oleh Quraisy Shihab dalam Tafsir Misbahnya
bahwa bahan bakar neraka itu berasal dari manusia2 yang kafir dan batu2 yang
dijadikan berhala. Bahkan Thabathaba’I dalam Shihab menambahkan tentang
penafsiran manusia yang menjadi bahan bakar bahwa manusia terbakar dengan
sendirinya di neraka akibat lalai dalam pendidikan dan dakwah terhadap diri
sendiri, keluarga, dan masyarakat. Berikut beberapa pakem TuPokSi (Tugas Pokok
Fungsi) implikasi dari seorang pemimpin dalam skop pemikiran Quraisy Shihab
dalam Tafsir Al-Misbahnya : Pemimpin Diri Sendiri Sebuah tindakan dan prilaku
seorang pemimpin akan lebih mulia, arif dan berwibawa, ketika mereka mampu
untuk memulai semua yang mereka ucapkan dari sendiri, berdasarkan dalil
Al-Qur’an yang telah disebutkan diatas….”Quu
Anfusakum Wa Ahliikum Naara” yang artinya “Jagalah Diri Kalian dan Keluarga
Kalian Dari Neraka”.
Senada dengan apa yang sudah di sabdakan Rasulullah pada 15
abad silam bahwa kita semua adalah (pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung
jawab dengan apa yang dipimpinnya) dalam redaksi haditsnya : “Kullukum Ra’in Wa Kullukum Mas’ulun
‘Anra’iyatihi” (Al-Hasyimi, 1995: 354) termasuk pesan eksplisit dalam
hadits diatas untuk selalu mengawali segala sesuatunya dari diri kita sendiri.
Begitu pula dengan pepatah “Tong Kosong Nyaring Bunyinya” adalah sebuah
perintah tersembunyi dari sebuah seuntai kata emas yang terkesan remeh, namun
berfilosofis tinggi untuk kemudian di ejawantahkan dalam keseharian kita.
Terutama ketika berkomunikasi dengan orang lain. Bagaimana terpikir secara
matang-matang dahulu sebelum kita berbicara ini agar tidak menimbulkan sebuah
ketersinggungan hati yang akan berakhir dengan pertengkaran, perkelahian dan
perselisihan. Seringkali kita dengar sebuah kata plesetan iklan salah satu
kartu seluler “Mulutmu Harimaumu”
(http://www.kompasiana.com/posts/type/opinion) sebagai sebuah pesan moral
terhadap siapa saja agar mampu menjaga mulut kita agar tepat sasaran dalam
komunikasi antar personal. Pemimpin Keluarga Beralih kepada opsi yang kedua
dari ayat diatas, bahwa disamping kita sebagai pemimpin bagi diri sendiri kita
juga menjadi pemimpin bagi keluarga kita sendiri …”Wa Ahlikum Naara” dan wilayah tanggung jawab yang menjadi amanah
lebih luas dan berat karena dibelakang ayat tersebut berimplikasi kepada “Naara” yang artinya neraka, singkat kata
apabila kita gagal dalam memimpin diri sendiri dan keluarga hingga masyarakat
yang kita pimpin, maka nerakalah balasannya.
Penulis sengaja menambah ranah cakupan gerak kepimpinan
kepada masyarakat yang lebih luas karena memang masyarakat adalah organisme
yang terbentuk dari keluarga, dimana keluarga dalam perspektif Santo Thomas
Aquinas dalam Azhar (1997: 32) adalah merupakan organisasi sosial pertama
sebelum adanya masyarakat. Singkat kata apabila kita bisa memanage keluarga
secara optimal dan sempurna, maka untuk urusan yang lebih luas dalam hal ini
masyarakat, insyaallah mampu berjalan dengan efektif bercermin kepada
kepemimpinan keluarga. Pembahasan masa depan keluarga dan juga anak-anak kita
di kehidupan episode berikutnya ini pernah dilakukan oleh seorang Tabi’in yang
namanya diabadikan dalam Al-Qur’an.
Pesan Lukman Al-Hakim didalam Al-Qur’an yang harus ditanamkan
dalam diri anak sebelum beranjak remaja adalah surat Al-Lukman : 13-16 Artinya:
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar".Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya
kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu
kerjakan.(Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu
perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya
Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Perintah secara universal kepemimpinan
juga difirmankan dalam sebuah Shaf: 2-4 dalam Al-Qur’an : Yang Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah
kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi
Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh (As-Shaf :
2-4). dari ayat diatas dapat kita petik sebuah pelajaran untuk lebih baik diam
daripada berbicara yang tidak bernilai karena itu adalah sebuah prinsip yang
sejatinya harus dimiliki oleh seorang pemimpin (baik bagi diri sendiri maupun
orang lain), karena diam yang emas adalah diam untuk bertafakkur dan memahami
pesan alam akan apa yang akan diucapkan, dan perkataan yang bijak adalah
perkataan yang muncul dari hati nurani tanpa campur tangan hawa nafsu / ambisi.
Referensi (Bahan Bacaan)
1. Agustian, Ari Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Penerbit Arga : Jakarta.
2. (http://www.haluan.kepri) di akses pada tanggal 04.28.2011
(01.26 PM)
3. (
http://id.wikipedia.org/wiki/Pakta_Pertahanan_Atlantik_Utara) di akses pada
tanggal 30.12.2012 (08.04 PM).
4. Huntington Hart, Michael. 2001. Seratus Tokoh Yang Paling
Berpengaruh dalam Sejarah. Pustaka Jaya : Jakarta Pusat. Penerjemah : Mahbub
Djunaidi
5. Shihab, Quraisy. 2002. Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, )Vol 14. Lentera Hati : Jakarta.
6. 1977.Tarjamah Riadhus Shalihin II. PT.Al-Ma’arif: Bandung.
Penerjemah : Salim Bahreisy
7. (http://lirikindonesia-lirikku.blogspot.com) di akses
tanggal 01.06.2012 (03.13 AM)
8. Hasyimi, Sayyid Ahmad. 1995. Terjemah Mukhtarul Hadits.
Pustaka Amani: Jakarta. Penerjemah: Drs. Mahmud Zaini.
9. (http://www.kompasiana.com/posts/type/opinion) Slogan
Kartu Seluler AS. di akses 01.03.2012 (11.55 AM). 10. Azhar, Muhammad. 1997.
Filsafat Politik (Perbandingan Antara Islam dan Barat). PT.Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar